BAB
I
KONSEP
DASAR BIOETIK
A. Konsep dasar bio-etika dan profesionalisme
1. Bio-Etika
Secara harafiah, istilah bioetika berasal dari bahasa
Yunani, yaitu bios (hidup) dan ethike (apa yang seharusnya dilakukan
manusia). Istialah itu sendiri diartikan sebagai kajian etika mengenai isu
sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis.
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari
tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik
difokuskan pada pertanyaan etik yang mencul tentang hubungan antara ilmu
kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik hukum dan theology.
Pada artian yang lebih sempit, bioetika merupakan
evaluasi etik pada moralitas treatment atau
inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Sedangkan
menurut artian yang lebih luas, bioetika mengevaluasi pada semua tindakan moral
yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap
perasaan takut dan nyeri yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan
pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain peningkatan mutu genetik,
etika lingkunganan pemberian pelayanan kesehatan.
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya
ilmu dan teknologi hayati terutama di bidang medis yang berhubungan erat
dan/atau menjadikan manusia sebagai objeknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
bioetika lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern,
serta aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan
kesehatan ( Heryani, R, 2013).
2. Profesionalisme
Istilah profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang
sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian. Kita tidak hanya mengenal
istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru,
militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang
seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis sekertaris dan sebagainya.
Ada perbedaan antara profesi dan pekerjaan: profesi
adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menafkahi diri sendiri dan
keluarganya dimana profesi tersebut diatur oleh etika profesi dimana Etika
Profesi tersebut hanya berlaku sesama profesi tersebut. Sementara pekerjaan
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya
dimana pekerjaan tersebut tidak memiliki etika (Suseno, T,2010).
Seorang pekerja
professional perlu dibedakan dari seorang teknisi. Baik pekerja professional
maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis: menguasai teknik
kerja yang sama dapat memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan
tetapi, seorang pekerja professional dituntut menguasai visi yang mendasari
keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan
memiliki sifat yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu
karyanya (Purwoastuti,
E,2017).
Seorang profesional wajib mengembangkan
profesionalismenya. Pengembangan profesionalisme dapat dicapai melalui
kewajiban belajar (menguasai lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan melalui
interaksi dengan klien. Didalam bukunya, Moore mengabaikan kemungkinan seorang
profesional juga belajar melalui kliennya. (Moore, Wilbert E, The Professions: Roles and Rules, New York;Russel
Sage Foundation, 1970)
B. Kebidanan
Sebagai Profesi
1. Bidan
Suatu Profesi
Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya).
Menurut Brandeis yang
dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan itu
sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa :
1. Ciri-ciri
pengetahuan (intellectual character)
2. Diabdikan
untuk kepentingan orang lain
3. Keberhasilan
tersebut bukan berdasar pada keuntungan financial
4. Keberhasilan
tersebut antara lain menetukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik,
serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang
bersangkutan
5. Ditentukan
adanya standar kualifikasi profesi (Diah Arimbi, 2014)
Sejarah
menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradabadan umat manusia.Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu melahirkan.Peran dan posisi bidan di masyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi
semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan
sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
2. Peran
Bidan
Dalam melaksanakan
profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti.
3. Fungsi
Bidan
Berdasarkan peran
bidan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik serta peneliti, dari peran
tersebut bidan memiliki fungsi sesuai perannya.
4. Tanggung
Jawab Bidan
Sebagai tenaga
professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.Seorang
Bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya bila terjadi gugatan
terhadap tindakan yang dilakukannya
5. Tugas
Bidan
Berdasarkan
penjelasan mengenai asuhan/ pelayanan kebidanan, sebagai seorang bidan sudah
pasti memiliki tugas, seperti member bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada
remaja (sebagai calon ibu), ibu hamil dengan resiko tinggi, ibu melahirkan, ibu
nifas, ibu menyusui, serta ibu dalam masa klimakterium dan menopause.
6. Kompetensi
Bidan
Seorang bidan
harus memiliki kompetensi bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab
dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. (Drs. Surajiyo, 2014)
Kompetensi adalah kemampuan seseorang tenaga kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat
menjalankan praktik dan pekerjaan profesinya. (Cecep Triwibowo, 2014).
Untuk mengetehui
kompetensi seorang bidan, bekerja sama antara pihak institusi dengan badan
penyelenggara uji kompetensi dilaksanakanlah uji kompetensi sebanyak 3 kali
dalam kurung waktu setahun. Uji kompetensi sendiri adalah ujian yang
dilaksanakan di akhir masa pendidikan tenaga kesehatan, sebelum melaksanakan sumpah
profesi untuk menilai pencapaian kompetensi berdasarkan standar kompetensi
dalam rangka memperoleh sertifikat kompetensi. (Buku Pedoman uji Kompetensi
Kementrian Kesehatan RI, 2011)
C. Konsep dasar bio-etika profesionalisme bidan
1. Pengertian etika, moral, hukum
a. Etika
Istilah etika yang kita gunakan sehari-hari pada
hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral yaitu “ mengenai apa yang
dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai
dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan “kurun waktu tertentu”
karena etik moral akan berubah dengan lewatnya waktu.
Dalam kamus Bahasa
Indonesia, dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). (Diah Arimbi, 2014)
Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai berikut:
1)
Menurut
bahasa Yunani yaitu ethos (jamaknya; et
etha), yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”.
2)
Menurut
bahasa Inggris berasal dari Eithis,
yaitu tingkah laku/perilaku manusia baik dimana tindakan yang harus
dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Heryani, R, 2013).
Menurut para ahli:
1)
Menurut
Martin (1993), etika didefenisikan sebagai “the
discipline which can as the performanceindex or reference for our control
system” yang artinya disiplin yang dapat bertindak sebagai acuan atau index
capaian untuk sistem kendali kita/kami. Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika
tidak dipersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak (Purwoastuti,E,2017)
2)
Menurut
K. Bartens dirumuskan sebagai berikut:
a)
Kata
etika dapat digunakan dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b)
Etika
berarti kumpulan asas atau moral, yang dimaksud disini adalah kode etik
c)
Etika
mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk
Etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa
yang kita sebut “menjadi orang baik”, tetapi juga merupakan masalah sifat
keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya di sebut “ethos”nya. (Diah Arimbi,
2014)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa etika diartikan “Sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan
keburukan dalam hidup menusia khususnya perbuatan manusia yang didorong
kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan
perasaan”(Heryani, R, 2013).
b. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin (mos- bentuk tunggal, mores- bentuk jamak) yang berarti kebiasaan atau
adat. Kata mores dipakai oleh banyak bahasa masih dlam arti yang sama, termasuk
bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” dijelaskan dengan
membedakan tiga arti: 1) “ajaran tertentu” baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan akhlak, budi pekerti, susila dsb. 2)
kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemanagat, bergairah dan
disiplim, dsb : isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana teruangkap dalam
perbuatan. 3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Teori
moral mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan
masalah-masalah etik (Heryani, R, 2016).
Menurut Ensiklopedia pendidikan Soeganda Poerbacaraka,
moral merupakan suatu istilah uantuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat,
corak-corak, maksud-maksud, pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan
yang layak dapat dinyatakan baik/buruk, benar/salah (Purwoastuti, E, 2017).
Moral; yang
mengatur hubungan dengan sesama, tetapi berlainan jenis dan atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi. (Diah Arimbi, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa moral adalah mengenai apa
yang sinilai seharusnya oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagi
moral yang ditunjukkan kepada profesi (Heryani,R, 2013).
c. Hukum
Secara umum, hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi
hak dan kewajiban yang timbal balik dan mengatur yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Beberapa defenisi hukum yang dikemukakan oleh para pakar hukum
adalah:
1) H.J. Hamker : hukum
merupakan seperangkat aturan yang menunjuk kebiasaan orang dalam pergaulannya
dengan pihak lain di dalam masyarakat
2) Kantorowich : hukum
adalah keseluruhan aturan-aturan kemasyarakatan yang mewajibkan tindakan lahir
yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan
3) Holmes :
Hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan
4) Jihn Locke : sesuatu yang ditentukan oleh warga
masyarakat pada umumnya tentang tindakan-tindakan mereka untuk
menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang
merupakan perbuatan yang curang.
5) Emmanuel Kant :
hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara
keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum tentang
kemerdekaan (Asmawati, 2011 )
Jadi dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan atau ketentuan
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata cara pergaulan kehidupan
masyarakat (subjek hukum) dan adanya sanksi bagi pelanggarnya, serta ditetapkan
atau diakui oleh otoritas tertinggi (Heryani, R,2016).
2. Kegunaan etika
Fungsi Etika Dan Moralitas
Dalam Pelayanan Kebidanan
1)
Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan
dan Klien.
2)
Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan
mencegah tindakan yang merugikan/membahayakan orang lain.
3)
Menjaga privacy setiap individu.
4)
Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana
sesuai dengan porsinya.
5)
Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu
dapat diterima dan apa alasannya.
6)
Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau
dalam menganalisis suatu masalah.
7)
Menghasilkan tindakan yang benar
8)
Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9)
Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku
manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku
pada umumnya.
10)
Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat
abstrak.
11)
Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12)
Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13)
Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib
masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi.
14)
Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan
tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi (Suseno, T,2010).
3. Macam-macam etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki
tentang tanggapan kesusilaan atau etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihak yang
lainnya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya.
Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan
dengan etika, terdapat dua macam etika, sebagai berikut:
a.
Etika
deskriptif, yakni etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap
dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya
sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara
mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia
sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya.
Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
b.
Etika normatif, yakni etika yang menetapkan
berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika
normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak
secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau
norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Etika normatif dikelompokakn
menjadi:
1)
Etika
umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan
prinsip-prinsip moral.
2)
Etika
khusus; terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
a)
Etika
sosial menekan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam
aktifitasnya
b)
Etika
individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi.
c)
Etika
terapan adalh etika yang diterapkan pada profesi.
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh
MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No.VI/MPR/ 2001 tentang Etika Kehidupan
Bangsa.Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain
meliputi : Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi
dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika
Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan (Purwoastuti, E, 2017).
4. Teori Etika
Penilaian
baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan
teori etika. Ada dua macam teori etika yang dikenal luas pada aspek kesehatan.
a.
Teori etika klasik
1)
Teleologi
Teleologi diambil
dari bahasa Yunan teleos yang berarti
tujuan. Teori ini menjelaskan bahwa benar burukya suatu tindakan tergantung
dari akibat yang ditimbulkan. Suatu perbuatan dianggap baik apabila perilaku
tersebut mempunyai akibat yang baik, begitu pun sebaliknya. Misalnya, memukul
orang lain adalah salah namun jika pemukulan itu dilakukan atas dasar pembelaan
diri atau melindungi diri maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan. Teori ini
melahirkan pandangan egoisme etis dan utilitarianisme.
2)
Deontologi
Pandangan ini
dipelopori oleh Immanuel Kant, diaman perbuatan secara moral dianggap baik dan
benar jika dilandasi dengan niat baik. Jadi hasilnya, bukanlah tujuan utama,
karena perbuatan baik seperti apa : jika dilandasi dengan niat yang tidak baik
tidak dapat dibenarkan secara moral.
Contohnya, seseorang
melakukan pekerjaan yang sangat baik danprofesional namun tidak dilandasi
dengan keinginan untuk menyembuhkan pasiennya, tapi karena tergiur oleh promosi
jabatan tertenu. Perbuatan ini menurut deontologi tidak dapat dibenarkan.
Kelemahan teori ini
adalah betapa sulitnya mengukur dan menetapkan parameter terhadap tindakan
berdasar niat baik seseorang. Apalagi dalam kondisi kegawatdaruratan dan
tekanan tertentu. Segala aspek politik dan sosial bisa jadi menjadi faktor
penentu suatu keputusan tanpa melihat manusia sebagai individu. Teori ini
melahirkan apa yang sering di sebut dengan etika situasi dan dan deontologis
peraturan.
b.
Teori etika komtemporer
Kehadiran etika kontemporer adalah akibat dari kenyataan,
bahwa sebenarnya teori kewajiban dan teori etika utilitarisme yang memecahkan
secara praktis dilema etik pelayanan. Kedua teori itu memberikan seperangkat
pedoman tentang bagaiman orang harus berbuat, yaitu dari pendekatan a priori
dengan melakukan kewajiban dengan baik, atau lawannya dari pendekatan a
posteriori dengan melihat hasil perbuatan itu. Olek karena itu, semua teori
dianggap tidak efektif untuk diterapkan pada praktik pelayanan kesehatan. Lalu,
orang mulai mencari pendekatan alternatif; bukan pada perbuatan, melaikan
pertama-tama pada diri manusia pelakunya sendiri.
c. Teori budi pekerti luhur
Akar teori ini untuk sebagian juga
dapat ditelusuri pada pikiran-pikiran Aristoteles. Pada dasarnya, teori ini
mengatakan setiap orang harusnya hidup secara luhu dalam kehidupan pribadi,
kehidupan sosial dan kehidupan profesi. Ini tentu lebih-lebih berlaku bagi
seorang dokter, bidan dan perawat. Keluhuran budi terungkap dalam sifat-sifat
(karakter) seseorang yang selalu hidup sesuai dengan norma-norma moral, dan
selalu menyeimbangkan niat-niat baik dengan perbuatan-perbuatan yang adil.
Sifat-sifat luhur lain adalah dapat dipercaya, jujur, bijaksana, sabar,
berhati-hati, berani, dan bertanggungjawab.
d.
Teori etika mengasuh
Para pemuka filsuf yang terdahulu
mayoritas dikuasai oleh laki-laki, jika kita melihat dari nama teori ini
sepertinya tidak jauh dari kehidupan seorang perempuan karena pemuka teori
etika mengasuh adalah Carrol Cilligan, filsuf perempuan yang pertama yang masuk
dalam dunia etika teoritis yang berabad-abad dikuasai oleh laki-laki.
Dasar teori ini adalah profesi dokter
(dan profesi pelayanan kesehatan yang lain) berwujud interaksi antara pemberi
asuhan dengan manusia lain sebagai penerima asuhan itu. Seorang pemberi asuhan,
dismaping harus berpekerti luhur juga seharusnya bersifat hangat, dekat,
mengasihani, bersimpati, dan ramah terhadap pasien. Dalam banyak hal, interaksi
ini dapat disamakan dengan kedekatan antara seorang ibu dengan bayi yang
diasuhnya.
e.
Teori penalaran praktis
Pemuka teori ini adalah pakar-pakar
komtemporer Jonsen, Toulmin, dll. Mereka berangkat dari sanggahan bahwa dilema
moral dalam pelayanan kesehatan dapat diatasi dengan teori-teori klasik. Oleh
karena itu, pendekatan mereka dalam, pemecahan masalah etik adalah pendekatan
dengan penalaran praktis, yaitu dengan :
1) Pada tiap kasusu klinik memperhitungkan hal-hal khusus yang
relevan dengan pasien: indikasi medis, manfaat medis, preferensi pasien secara
individual dari alternatif tindakan yang disarankan dokter, mutu hidup pasien
terkait dengan kalainan yang dihadapinya, faktor-faktor kontekstual seperti
keluarga, ekonomi keluarga, sosial budaya, legal dan hal-hal lain yang terkait.
2) Memperhatikan pengalamam-pengamalan dokter lain sebelumnya
dengan kasus klinis yang serupa. Dalam hal ini, sampai batas tertentu ada
persamaannya dengan doktrin yuriprudensi adalah hukum yang terbentuk karena
keputusan hukum. Seorang hakim membuat keputusan hukum pada suatu perkara di
pengadilan dengan mengacu pada keputusan yang ditetapkan oleh hakim lain
sebelumnya pada kasus yang sama.
D.
Dasar
bioetika, etika dan landasan hukum dalam praktik dan pelayanan kebidanan
Profesi adalah suatu moral Community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai
bersama. Mereka membentuk suatu profesi disatukan karena latar belakang
pendidikan yang sama dan memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.
Dengan demikian, profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan
tersendiri dan tanggung jawab khusus.Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan
arah moral bagi suatu profesi sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata
masyarakat.
Kode etik adalah daftar kewajiban yang harus ditaati
dan dbuat oleh profesi tertentu itu serta mengikat semua anggotanya.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan,
sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu,
yaitu profesi.Akan tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak
berhenti.Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tetapi sebaliknya selalu
didampingi oleh refleksi etis.
Bagaimana kode etik agar berfungsi dengan baik?Kode
etik supaya dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah
bahwa kode etik itu dibuat oleh profesinya sendiri. Kode etik tidak akan
efektif, kalau di drop begitu saja dari atas, yakni dari instansi pemerintah
atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai=nilai
yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa
menganjurkan membuat kode etik dan barangkali bisa membantu juga dalam
merumuskannya, tetapi pembuatan itu harus dilakukan oleh profesi bersangkutan.
Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus
menjadi hasil self-regulation
(pengaturan diri) dari profesi. Denagn membuat kode etik, profesi sendiri akan
menetapkan hitam diatas putih, niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang
hakiki. Kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh
profesi itu bisa mendarah daging dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan
dengan tekun dan konsekuen.
Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik
berhasil dengan baik, yakni pelaksanaannya diawasi terus-menerus. Pada umumnya
kode etik akan mengandung sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode.
Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu “Dewan Kehormatan”
atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya untuk mencegah
terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan ketentuan
bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar
kode etik. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari self-regulation yang terwujud dalam kode etik, seperti kode itu
berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan
kesediaan profesi untuk menjalankan control terhadap pelanggar (Bertens, 1993,
hlm. 277-281)(Drs. Surajiyo, 2014).
E.
Peran
Bio-Etika Dan Profesionalisme Dalam Dunia Kebidanan
Peranan penting bidan sangatlah penting dalam menurunkan
angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal, salah satunya bisa melalui
pendekatan kepada hukum dukun beranak
dengan memberikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis. Disamping
itu, kerjasama dengan masyarakat melalui posyandu juga penting peranannya dalam
menepis kehamilan resiko tinggi sehingga mampu menekan angka kesakitan dan
kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan
peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan
dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan
dibatasi oleh ketiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah masyarakat
dalam bentuk tertulis atau kebiasaan pula. Oleh karena itu, profesi tenaga
kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas
(Heryani, R, 2013).
Bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan
asuhan kebidanan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis
dalampraktik asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari
pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah baik formal atau
non formal dengan teman, sejawat, profesi lain maupun masyarakat. Salah satu
perilaku etis adalah bila bidan menampilkan perilaku pengambilan keputusan yang
etis dalam membantu memecahkan masalah klien.
Dalam membantu memecahkan masalah ini bidan menggunakan
dua pendekatan dalam asuhan kebidanan, yaitu:
1.
Pendekatan
berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika kedokteran atau kesehatan
untuk menawarkan bimbingan tindakan khusus.
2.
Pendekatan
berdasarkan asuhan atau pelayanan, dimana bidan memberikan perhatian khusus
kepada pasien (Purwoastuti, E, 2017).
Bidan sebagai tenaga profesional termasuk rumpun kesehatan.
Untuk menjadi jabatan profesional, bidan harus mampu menunjukkan ciri- ciri
jabatan profesionalya, yaitu:
1.
Memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2.
Melalui
jejang pendidikan yang menyiapkan
3.
Keberadaannya
diakui dan diperlukan di masyarakat
4.
Mempunyai
peran dan fungsi yang jelas
5.
Mempunyai
kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
6.
Memiliki
organisasi profesi sebagai wadah
7.
Memilki
kode etik bidan
8.
Memiliki
etika bidan
9.
Memiliki
standar pelayanan
10. Memiliki standar praktik
11. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana
pengembangan kompetensi
Sebagai bidan
profesional, selain memilikisyarat-syarat jabatan profesional bidan juga
dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
keterampilan dan kemahiran seorang bidan
2. Mengenali
batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya melampaui
wewenangnya dalam praktik klinik
3. Menerima
tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari keputusan
tersebut
4. Berkomunikasi
dengan pekerja kesehatan lainnya (bidan, dokter dan perawat) dengan rasa hormat
dan martabat
5. Memelihara
kerjasama yang dengan baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit pendukung
untuk memastikan system rujukan yang optimal
6. Melaksanakan
kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat, pendidikan
berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/perinatal
7.
Bekerja
sama dengan masyarakat tempat bidan praktik
8.
Meningkatkan
akses dan mutu asuhan kebidanan
9. Menjadi
bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan
menghilangkan praktik kultur yang merugikan kaum wanita (Purwoastuti, E, 2017)
Dengan dasar demikian berarti masyarakat sulit untuk
memberikan penilaian kemampuan profesi. Oleh karena itu, jaminan yang
diharapkan dilandasi pada sumpah profesi dan etika profesi yang mengatur
tingkah laku seseorang (Heryani,R,2016).
REFERENSI
Asmawati dan Sri
Rahayu Amri, S.R. 2011. Etika
Profesi dan Hukum Kesehatan. Pustaka Refleksi: Makassar.
Arimbi, Diah.
2014. Etikolegal Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Heryani, R. 2013. Buku Ajar
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: TIM.

Purwoastuti, E dan Walyani, E.S. 2017. Etikolegal
Dalam Praktik Kebidanan. PT Pustaka Baru : Yogyakarta.
Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar.PT.
Bumi Akasara-Jakarta.
Triwibowo, Cecep.
2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogykarta: Nuha Medika
Zulvadi, D. 2010.
Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar